17 Agustus 2009
Hari ini, kita merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-64. Tanggal 17 Agustus, adalah hari yang paling bersejarah, karena pada tanggal 17 Agustus 1945, 64 tahun yang lalu bangsa Indonesia telah memproklamasikan diri sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, setelah 350 tahun terbelenggu oleh penjajahan. Untuk itu, sebagai bangsa kita patut bersyukur atas anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia.
Setiap kali memperingati Hari Kemerdekaan RI, rasa haru yang mendalam senantiasa meliputi kalbu dan sanubari kita, terlebih ketika kita mengenang detik-detik kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan oleh Ir. Soekarno dan Drs. Muhammad Hatta, atas nama bangsa Indonesia, enam puluh empat tahun yang lalu.
Melalui perjuangan yang panjang, penderitaan, serta pengorbanan yang sangat besar baik harta maupun nyawa, akhirnya atas Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, bangsa Indonesia dapat meraih kemerdekaannya.
Oleh karena itu, setiap kali kita berada di Hari Peringatan Kemerdekaan Negara kita, kita sampaikan terima kasih yang tak terhingga dan rasa hormat yang setulus-tulusnya kepada semua pejuang kemerdekaan, para founding fathers, pendahulu-pendahulu kita, yang telah menghadap “Sang Khalik”. Sebagai bangsa yang menghormati para pahlawannya, selain penghargaan tinggi yang kita berikan, kita perlu berkomitmen bahwa selaku generasi penerus, kita akan melanjutkan perjuangannya untuk mewujudkan cita-cita proklamasi sebagaimana yang terkandung di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Usia 64 tahun bagi seorang manusia adalah usia yang sudah cukup matang, usia yang telah dipenuhi dengan berbagai pengalaman. Demikian pula untuk suatu bangsa, usia 64 tahun adalah suatu usia yang seharusnya sudah penuh kemapanan, karena telah dapat melampauinya melalui berbagai rintangan, hambatan dan sekaligus tantangan.
Kita harus mampu mengangkat kebesaran dan hikmah Hari Kemerdekaan, dalam rangka memacu terwujudnya cita-cita kemerdekaan, yang telah diperjuangkan berpuluh-puluh tahun, dengan jiwa, raga, dan nyawa para pahlawan kita. Kini situasi telah berkembang dengan cepat, dunia semakin kompleks, tuntutan masyarakatnya semakin melebar. Oleh karenanya, marilah dalam peringatan ke-64 tahun kemerdekaan ini, kita jadikan momentum untuk terus berjuang mewujudkan masyarakat yang lebih sejahtera dan berkeadilan.
Kepada seluruh Guru, Karyawan dan Staf, dan segenap siswa-siswi SMA Budi Murni 1, marilah kita memperkokoh komitmen kebangsaan kita, meneguhkan sikap dan integritas kita sebagai bangsa. Kita jaga Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang kaya akan suku, agama, budaya dan keanekaragamannya, serta kita pertahankan Pancasila dan UUD 1945 dari segenap ancaman dan gangguan. Dalam kaitan inilah saya mengajak seluruh komponen SMA Budi Murni 1, untuk senantiasa menghormati simbol-simbol atau lambang-lambang negara, seperti Bendera Merah Putih, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Penghormatan ini sebagai dedikasi kita kepada bangsa dan negara, kepada pendahulu-pendahulu kita, para pejuang kemerdekaan Indonesia dan sekaligus sebagai komitmen kita bersama kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bapak-Ibu Guru, Karyawan dan Staf, serta seluruh Siswa-siswi SMA Budi Murni 1 yang saya cintai.
Perjalanan bangsa ini sejak merdeka hingga kini, senantiasa dihadapkan dalam berbagai cobaan, masih banyak kelemahan-kelemahan yang kita hadapi, antara lain, masalah kualitas, profesionalisme, disiplin, baik disiplin terhadap Tata Tertib yang kita bangun, maupun disiplin terhadap diri kita sendiri, dan lain sebagainya.
Dalam menghadapi permasalahan-permasalahan tersebut, kita tidak perlu saling menyalahkan. Marilah kita secara bersama-sama, semua komponen SMA Budi Murni 1, sebagai anak-anak bangsa, berjuang untuk mengatasi semua permasalahan yang kita hadapi. Perjuangan masih panjang. Jangan kenal kata mengeluh dan menyerah. Anak-anakku yang Kelas XII perjuanganmu meraih keberhasilan menempuh ujian Nasional sudah di depan mata, tinggal menghitung hari. Dibutuhkan kerja keras dan disiplin diri yang tinggi dari diri kalian.
Maka mulai dari waktu sekarang, Ibu sangat mengharapkan keseriusan kalian belajar. Jangan terlena, karena waktu terbang melesat bagaikan anak panah. Pacu terus semangatmu.
Bagi anak-anakku Kelas X dan XI, mari mengasah semangatmu. Ingatlah peribahasa yang Ibu katakan ini “ Galilah sumur sebelum Anda merasa Haus”. Maka, persiapkan dirimu dengan sungguh-sungguh sebelum medan pertempuran yang sesungguhnya kamu hadapi.
Anak-anakku sekalian! Ibu ingin bercerita kepada kalian tentang seorang anak yang mengeluh, karena dia tak tahu harus berbuat apa lagi untuk menghadapi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.
Suatu hari dia bertanya pada Ayahnya yang pekerjaannya sebagai seorang Koki atau Juru Masak, bagaimana dia harus bertindak dan bersikap dalam menghadapi semua kesulitannya yang dia rasakan semakin berat.
Tetapi ayahnya tidak segera menjawab anaknya. Si ayah mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Panci pertama dimasukkannya wortel, ke dalam panci kedua ayahnya memasukkan telur, dan ke dalam panci ketiga ayahnya menaruh bubuk kopi.
Ayahnya membiarkannya sampai air mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api. Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di sebuah mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.
Lalu sang ayah bertanya kepada si anak, :Apa yang kau lihat, nak?” Jawab si anak, “Wortel, telur dan Kopi”. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Si anak melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, anak itu mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas, menyedapkan.
Setelah itu si anak bertanya, “Apa arti semua ini, Ayah?”.
Lalu ayahnya menerangkan. Anakku, wortel, telur dan kopi tadi telah menghadapi kesulitan yang sama. Pada awalnya hidupnya nyaman, mereka belum, menyadari arti hidup ini. Mereka belum menyadari jika mereka ternyata dipanggang di bawah api kehidupan. Tetapi semakin lama, waktu terus berjalan, air mulai semakin panas sampai akhirnya mendidih. Tetapi apa yang kau lihat anakku, mereka bertiga ternyata memberikan reaksi yang berbeda. Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak.
Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkangnya tipis melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras.
Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut. Dan semakin air mendidih, bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat.
Anak-anakku sekalian, Ibu ingin bertanya kepada kalian, “Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu?
Bapak-Ibu Gurumu berupaya menggemblengmu selama sekolah di SMA ini dengan berbagai tingkat kesulitan tugas dan ujian-ujian, kalian sebenarnya lagi digodok di dalam kawah Candradimuka yang sedang mendidih dan panas menyakitkan. Itulah kehidupan yang sesungguhnya. Apakah kalian akan menjadi lunak? Putus asa sehingga hilang kekerasan dan kekuatan dirimu? Ibu yakin, siswa-siswi SMA Budi Murni 1 bukanlah wortel.
Apakah kamu serupa seperti telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kesulitan yang panas, menjadi keras dan kaku? Dari luar telur itu tetap kelihatan sama, tetapi di dalamnya kelembutan itu telah hilang. Yang tinggal adalah hati yang kaku dan mengeras. Ibu juga yakin, anak-anak SMA Budi Murni 1 tidaklah seperti telur, karena patah hati, kerja keras, kesulitan belajar, tak kuasa melawan panasnya gemblengan kawah candradimuka, akibatnya berubah menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku.
Anak-anak SMA Budi Murni 1, Ibu yakin adalah ibarat Kopi tadi. Kopi begitu dimasukkan ke dalam air langsung merubah air. Bubuk kopi malahan semakin merubah air panas, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Semakin airnya mendidih, kopi semakin terasa nikmat.
Maka, jika kamu seperti bubuk kopi, ketika kalian dihadapkan dengan situasi dan kondisi apapun yang semakin memburuk, semakin menyakitkan, akan semakin membuat dirimu kesakitan dan mendidih, namun......kamu akan semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga ikut membaik.
Harapan Ibu, SMA Budi Murni 1 ke depan semakin lebih berkualitas, semakin maju dan semakin jaya.
Sekian dan Terima kasih.